Anak usia dini di Indonesia dikategorikan dari usia janin hingga enam tahun atau sering disebut juga usia prasekolah. Suatu rentang usia yang krusial bagi pembentukan SDM berkualitas dimasa depan didasarkan pada pesatnya perkembangan volume otak diperiode tersebut. Namun, sayangnya pentingnya periode ini belum disadari oleh sebagian besar orang tua maupun keluarga sebagai lingkungan terdekat anak. Tingkat partisipasi anak yang mengakses layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) secara nasional baru mencapai 42% untuk anak usia 3ā6 tahun (BPS,2023). Mengacu pada hasil survey dari Benesse Educational Research and Development (BERD) Institute (2017), 89,8% anak Indonesia menghabiskan waktu kurang dari empat jam di layanan PAUD, jauh lebih singkat dibandingkan anak-anak di negara seperti Cina, Finlandia, dan Jepang yang menghabiskan waktu lebih lama di layanan serupa. Di Indonesia, hanya sebagian kecil anak yang mengakses layanan seperti Taman Penitipan Anak (TPA) dengan durasi lebih panjang (hingga 8 jam), dan TPA sendiri hanya mencakup sekitar 1,16% dari seluruh satuan PAUD atau 2,25% dari satuan nonformal (Data Statistik PAUD 2023/2024, Pusdatin Kemendikbudristek).
Berbagai fakta diatas menunjukkan bukti nyata bahwa, masih banyak anak usia dini di Indonesia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah, dan jikapun mereka mengakses layanan PAUD, waktu yang digunakan hanya sekitar 4 jam. Artinya, lebih dari 20 jam dalam sehari mereka habiskan di rumah bersama keluarga atau pengasuh. Namun, di banyak situasi Keluarga di Indonesia, durasi ini belum tentu diiringi oleh interaksi yang mendukung perkembangan anak secara optimal. Waktu yang dihabiskan di rumah justru sering kali tidak digunakan untuk mendorong terjadinya stimulasi atau rangsangan perkembangan. Laporan KPAI tahun 2018 mengungkap lebih dari separuh anak usia dini di kota-kota besar menghabiskan lebih dari tiga jam per hari dengan gawai, sementara interaksi aktif bersama orang tua hanya berlangsung sekitar satu hingga dua jam. Sebaliknya, meski durasi di PAUD terbatas, anak-anak mendapatkan pengalaman belajar yang aktif, menyenangkan, dan terstruktur yang mendukung aspek kognitif, motorik, sosial, dan emosional mereka.
Kontradiksi apa yang dialami anak di layanan PAUD dan di rumah dikhawatirkan akan menghambat hak anak usia dini untuk mendapatkan Pendidikan, baik di layanan mapuan dalam Pendidikan Keluarga (informal). Padahal, jika pengasuhan di rumah dilakukan oleh orang tua yang memiliki kapasitas memadai, potensi tumbuh kembang anak bisa diperkuat secara signifikan. Pertanyaan refleksi bersama adalah apakah orang tua atau keluarga telah diberdayakan secara optimal untuk mengambil peran strategis tersebut?
Berdasarkan pengamatan sebagai anggota Badan Akreditasi Nasional PAUD, masih banyak satuan PAUD, terutama di daerah pedesaan, yang belum membangun kemitraan aktif dengan orang tua. Momen pandemi COVID-19 pernah mendorong keterlibatan orang tua dalam pembelajaran di rumah, karena tidak ada pilihan selain menjalankan proses pembelajaran secara daring. Namun, praktik baik ini seharusnya tidak berhenti pasca pandemi. Layanan PAUD dapat memperkuat program pengasuhan sebagai sarana untuk mendampingi keluarga dalam menciptakan lingkungan rumah yang mendukung tumbuh kembang anak, termasuk pembiasaan positif seperti tujuh kebiasaan anak hebat Indonesia yang dicanangkan Kemendikdasmen.
Studi global, termasuk dari UNICEF, telah membuktikan bahwa anak-anak yang mengikuti PAUD secara teratur memiliki kesiapan akademik dan sosial yang lebih baik saat memasuki pendidikan dasar. Maka, kolaborasi antara PAUD dan keluarga perlu diperkuat agar anak-anak Indonesia mendapatkan pengalaman belajar yang berkelanjutan dan bermaknaābaik di rumah maupun di lembaga PAUD. Waktu di rumah tidak boleh menjadi celah tumbuh kembang yang terabaikan, melainkan harus menjadi ruang pengasuhan yang bermakna dan mendorong tumbuh kembang anak.
PAUD baik yang dilaksanakan dalam layanan yang terorganisir maupun secara informal dalam Keluarga merupakan lingkungan belajar pertama dan utama yang dirancang secara sadar untuk menstimulasi perkembangan anak secara menyeluruh.
Peran Strategis Layanan PAUD dalam Tumbuh Kembang Anak
Kurikulum layanan PAUD berorientasi pada pembelajaran aktif dan berbasis bermain, memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses eksplorasi, berinteraksi, dan membangun rasa ingin tahu. Pendekatan ini tidak hanya mengembangkan kemampuan berpikir dan koordinasi motorik, tetapi juga memperkuat aspek sosial-emosional seperti empati, kemandirian, dan kepercayaan diri. Pada periode krusial usia dini yang dikenal sebagai periode emas pertumbuhan otak, pengalaman belajar yang tepat akan memengaruhi struktur otak dan kapasitas belajar anak dalam jangka panjang. Inilah tahap penting yang meletakkan dasar bagi karakter, kebiasaan, serta kesiapan anak menjalani pendidikan dan kehidupan sosial berikutnya. Maka dari itu, layanan PAUD bukan sekadar tempat bermain, tetapi fondasi strategis pembangunan sumber daya manusia sejak dini.
Peran tak tergantikan Keluarga
Fakta bahwa anak menghabiskan sebagian kecil waktunya di PAUD, peran keluarga menjadi sangat menentukan. Keluarga menjadi lingkungan Ā utama yang membentuk nilai, kebiasaan, dan sikap sehari-hari anak. Oleh karena itu, menguatkan fungsi Keluarga serta sinergi antara PAUD dan keluarga harus diperkuat agar pendidikan dan pengasuhan berjalan seiring, saling melengkapi demi tumbuh kembang anak yang optimal.
Keluarga merupakan lingkungan belajar pertama bagi anak. Nilai-nilai dasar seperti empati, tanggung jawab, dan kejujuran tidak diajarkan melalui ceramah atau bahkan nasihat, tetapi tumbuh dari contoh perilaku orang tua yang membentuk kebiasaan sehari-hari, saat makan bersama, membacakan buku sebelum tidur, atau sekadar bermain peran. Di sinilah pendidikan yang paling mendasar berlangsung, melalui kedekatan, perhatian, dan konsistensi dalam pengasuhan.
Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan sejati dimulai dari rumah. Prinsip “Tri Pusat Pendidikan” yang ia gagas menempatkan keluarga sebagai poros pertama dan utama dalam pendidikan anak, jauh sebelum sekolah atau masyarakat mengambil peran. Pandangan ini diperkuat oleh pemikiran tokoh pendidikan dunia seperti Maria Montessori dan John Holt, yang juga menekankan bahwa proses belajar anak tidak dapat dilepaskan dari kehadiran dan keterlibatan emosional orang tua. Namun, banyak tantangan dihadapi keluarga masa kini. Kesibukan, keterbatasan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak, dan pola asuh yang kurang responsif sering kali membuat waktu anak bersama orang tua dan Keluarga belum menjadi ruang stimulasi tumbuh kembang yang optimal.
Peran Keluarga dan Layanan PAUD adalah Satu Kesatuan
Kesinambungan antara pengalaman anak di PAUD dan di rumah menjadi kunci. Kolaborasi bisa diwujudkan melalui buku penghubung, pertemuan rutin guruāorang tua, dan program edukasi pengasuhan yang dirancang bukan hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi untuk memberdayakan keluarga sebagai mitra aktif dalam pendidikan anak. Layanan PAUD bukan pengganti keluarga, melainkan perpanjangan tangan yang bekerja bersama orang tua untuk memastikan tumbuh kembang anak secara optimal.
Peringatan Hari Keluarga Nasional pada 29 Juni dengan tema āKeluarga untuk Indonesia Emas 2045ā ini dapat menjadi momentum untuk memulai kesinambungan antara apa yang dialami anak di layanan PAUD dan di rumah dalam memastikan anak dapat tumbuh kembang yang optimal. Perubahan ini bisa dimulai untuk menumbuhkan dan menyebarluaskanĀ beberapa perspektif berikut ini, yaitu:
-
- Keluarga adalah Pilar Utama Tumbuh Kembang Anak, karena sebagian besar waktu anak usia dini dihabiskan bersama Keluarga.
- Layanan PAUD dan keluarga adalah dua dunia utama tempat anak belajar dan tumbuh. Keduanya tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, melainkan perlu saling melengkapi. Anak yang mendapatkan pengalaman belajar yang konsisten di rumah dan di PAUD akan lebih mudah menginternalisasi nilai-nilai positif, membentuk kebiasaan baik, serta mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang stabil. Sebaliknya, ketika pola pengasuhan di rumah bertentangan dengan nilai yang diajarkan di PAUD, anak bisa mengalami kebingungan, stres, bahkan kehilangan arah dalam membentuk karakternya.
- Peran guru PAUD dan orang tua sangat penting dan menjadi penghubung dua dunia di sekeliling anak. Guru bukan hanya fasilitator pembelajaran di kelas, tetapi juga penghubung antara apa yang diterima anak di PAUD dan apa yang seharusnya terjadi di rumah. Sementara orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama, berperan aktif dalam mendampingi anak serta menjadi mitra strategis dalam proses pendidikan anak usia dini.
- Menguatkan sinergi antara layanan PAUD dan keluarga, tidak hanya memperluas akses terhadap layanan pendidikan anak usia dini, tetapi juga memastikan kualitasnya melibatkan lingkungan yang paling penting dalam proses tumbuh kembang anak, yaitu keluarga.
- Membesarkan anak adalah tanggung jawab bersama, yang tak bisa sepenuhnya diserahkan pada layanan pendidikan. Orang tua dan guru perlu saling mendengarkan, saling belajar, dan saling memperkuat dalam perannya mendampingi anak. Kolaborasi ini akan menciptakan ekosistem pengasuhan dan pendidikan yang utuh, seimbang, dan berkelanjutan.
- Memperkuat kebijakan yang progresif terhadap pemenuhan kebutuhan anak yang terintegrasi dalam berbagai bidang. Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif (PAUD HI) telah mengamanatkan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan pelibatan Keluarga. Namun di lapangan program pengasuhan belum merata, begitu juga kapasitas guru dalam menjalin komunikasi dengan orang tua masih beragam, serta kurikulum sering kali belum kontekstual dengan kehidupan keluarga.
- Penting untuk mendorong regulasi yang mewajibkan pelibatan keluarga dalam proses pendidikan anak usia dini, memperluas program pengasuhan berbasis komunitas, serta mengalokasikan sumberdaya untuk pelatihan guru dalam membangun kemitraan dengan orang tua.
Jadi Keluarga adalah tempat pertama dan utama yang mendorong stimulasi tumbuh kembang anak usia dini yang akan menjadi fondasi dalam mencapai tujuan kita bersama, Ā yaitu Generasi Unggul Indonesia 2045. Langkah itu harus dimulai dari sekarang!