Saat mendengar istilah pemantauan tumbuh kembang, apa yang pertama kali terlintas di benak Pembaca? Mungkin gambaran seorang balita yang sedang diukur tinggi dan berat badannya, lingkar lengan, serta lingkar kepala di Posyandu atau klinik dokter anak. Atau justru, yang terbayang adalah anak dengan tantangan tumbuh kembangābertubuh kecil, kurus, dan berisiko mengalami stunting. Apa pun yang muncul dalam pikiran, intinya tetap sama: pemantauan tumbuh kembang adalah proses penting untuk memastikan setiap balita dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, mencapai potensi terbaiknya, dan mendapatkan intervensi yang tepat jika diperlukan.
Di Indonesia, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap bayi, balita dan anak usia prasekolah. Fungsi dari pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu untuk meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak usia dini dalam kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan formal dan untuk meningkatkan status kesehatan, gizi, kognitif, mental dan psikososial anak serta untuk mendeteksi secara dini adanya gangguan pada tahap pertumbuhan dan perkembangan anak (Menteri Kesehatan RI, 2014). Secara umum, tumbuh terlihat dari perubahan fisik anak di tinggi, berat badan, dan juga motorik atau gerakan anak. Sedangkan perkembangan mengarah pada aspek pola pikir, bahasa, sosial emosional, dan kemandirian. Baik tumbuh atau kembang agar bisa optimal, maka sangat diperlukan stimulasi atau rangsangan dari luar diri anak.
Kementerian Kesehatan RI menetapkan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak sebagai agenda rutin yang dilaksanakan setiap Februari dan Agustus dikenal sebagai āBulan Timbangā, bertepatan dengan program pemberian vitamin A. Hal ini dilakukan sebagai upaya preventif dalam rangka pencegahan dan penanggulangan stunting, serta memastikan kelengkapan imunisasi dan memberikan penyuluhan gizi. Pelaksanaan bulan timbang dilakukan Ā di posyandu secara serentak disetiap bulan Februari dan Agustus.
Memahami urgensi pemantauan tumbuh kembang ini, Provinsi Jawa Timur berkomitmen penuh mendukung pelaksanaan bulan timbang dengan penyediaan alat dan bahan serta SDM untuk pelaksanaan di tingkat posyandu. Komitmen dukungan terhadap Posyandu sebagai garda terdepan pemantauan tumbuh kembang tampak dari data persentase posyandu di Kabupaten/Kota dengan minimal 80% posyandu aktif telah mencapai 100%, melebihi persentase nasional sebanyak 83,1% (Kemenkes, 2023). Dari sisi konten layanan posyandu dalam memastikan terjadinya pemantauan tumbuh kembang anak balita (0-4 tahun) di Jawa timur yang berjumlah 2.301.221 (Pusdatin, Kemenkes 2024) diawali dengan 81,2% balita tersebut memiliki buku KIA sedikit melampaui data nasional (80%). Selanjutnya, terdapat 89,6% balita yang dipantau pertumbuhan dan perkembangannya, yang telah melebihi persentase nasional (82.3%). Apabila hasil pemeriksaan tumbuh kembang melalui buku KIA menunjukkan interpretasi yang tidak lengkap, maka dilakukan tindak lanjut dengan pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan oleh petugas Kesehatan melalui layanan SDIDTK (Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang) di puskesmas. Di Jawa Timur, balita yang telah dilayani SDIDTK di tahun 2023 adalah sebanyak 74,5%, persentase yang telah melebihi data nasional, yaitu sebesar 70,8%. Ā Data-data dari Provinsi Jawa Timur mengenai jumlah posyandu aktif, kepemilikan buku KIA, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, layanan SDIDTK, telah cukup baik, yang telah melebihi persentase nasional.
Dukungan terhadap pemantauan tumbuh kembang balita ini juga bermakna komitmen nyata Pemerintah dalam pemenuhan hak dasar anak, yang tercantum dalam Ā Konvensi Hak Anak (tahun 1989), khususnya pemenuhan hak hidup dan tumbuh kembang.Ā Melalui pemantauan pertumbuhan dan perkembangan yang dilakukan secara rutin setiap Februari dan Agustus, anak-anak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan dasar, termasuk deteksi dini masalah terkait pemenuhan gizi, kesehatan, untuk pemenuhan hak hidup, yang akan menjadi fondasi pemenuhan hak tumbuh kembang, agar anak dapat belajar, bermain, dan berpartisipasi dalam aktivitas yang mendukung perkembangan kognitif, sosial, dan emosional mereka. Pemantauan yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk anak, tetapi juga menjadi media edukasi bagi orang tua dan masyarakat mengenai pentingnya pola asuh yang baik, kegiatan stimulasi perkembangan, serta akses informasi yang sesuai dengan usia anak dalam mendukung tumbuh kembangnya secara menyeluruh.
Pemantauan tumbuh kembang juga berkontribusi langsung pada pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), terutama dalam pencapaian tujuan ke-2 tidak ada balita yang kelaparan, tujuan ke-3 mencegah kematian balita, serta ke-4 mengenai tersedianya layanan perawatan anak usia dini yang berkualitas. Dengan pendekatan berbasis komunitas, pemantauan tumbuh kembang juga berperan dalam meningkatkan kesadaran masyarakat dan memperkuat sistem kesehatan di tingkat lokal, yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan dan inklusivitas dalam agenda SDGs 2030.
Kegiatan pemantauan tumbuh kembang juga selaras dengan kerangka global perawatan dan pengasuhan untuk pengembangan anak usia dini atau Nurturing Care Framework for early childhood development. Di Indonesia kerangka ini juga selaras dengan PAUD HI atau Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. Kedua kerangka ini menekankan pentingnya lingkungan yang mendukung kesehatan, gizi, dan perkembangan anak secara optimal melalui pemenuhan lima kebutuhan holistik anak, yaitu Kesehatan yang Baik, Gizi yang Cukup, Pengasuhan Responsif, Kesempatan untuk belajar sejak dini, serta perlindungan. Elemen kesehatan yang baik Ā tercermin melalui upaya pencegahan dan penanganan penyakit, akses layanan kesehatan berkualitas, serta penyuluhan kepada orang tua tentang praktik pengasuhan yang mendukung kesehatan anak. Sementara itu, elemen gizi yang cukup diwujudkan dalam pemantauan status gizi anak serta edukasi tentang pola makan bergizi seimbang yang sesuai dengan kebutuhan anak usia dini. Kegiatan pemantauan tumbuh kembang ini Ā menjadi langkah strategis dalam memastikan tumbuh kembang anak yang sehat dan optimal sejak periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Masih mengacu pada kerangka global perawatan dan pengasuhan, khususnya dalam komponen kesehatan dan gizi juga terdapat penekanan pada status kesehatan dan gizi dari Ibu, sehingga tidak hanya berfokus pada kondisi anak karena kondisi ibu dan anak menjadi satu kesatuan dalam optimalisasi tumbuh kembang anak. Diharapkan ke depan kegiatan pemantauan tumbuh kembang anak ini bisa diintegrasikan dengan layanan kesehatan yang menyasar Ibu.Ā Contoh situasi, gizi yang buruk pada ibu dapat meningkatkan risiko kelahiran bayi dengan berat badan rendah (BBLR), stunting, serta berbagai komplikasi kesehatan lainnya. Ibu yang sering mengalami sakit pasti juga memberikan dampak kesehatan pada anaknya. Mengintegrasikan pemantauan kesehatan ibu dan pemantauan tumbuh kembang anak akan menjadi Ā pendekatan yang lebih holistik yang dapat memperkuat fondasi kesehatan keluarga dan mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan nasional.
Berbagai keberhasilan di Provinsi Jawa Timur dalam memberikan berbagai layanan kesehatan yang berkaitan dengan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, dilaksanakan bukan tanpa tantangan. Di daerah perkotaan, seperti di Kota Surabaya dan Madiun, kehadiran anak untuk mengakses layanan pemantauan tumbuh kembang masih kurang, sehingga pemerintah kota bekerjasama dengan Dinas Kesehatan melakukan upaya jemput bola dan melakukan penjangkauan langsung ke masyarakat. Misalnya memberikan telur dan susu langsung ke masyarakat yang memiliki bayi dengan hambatan pertumbuhan dan perkembangan. Staff puskesmas yang turun ke posyandu melakukan pemantauan data yang masuk secara manual dari PKK, dan dilaporkan secara digital ke tenaga medis yang menjangkau ke lapangan.
Tantangan terbesar yang muncul di lapangan terkait partisipasi dan perhatian masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan pemantauan tersebut menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak masih kurang. Oleh karena itu ke depan, kegiatan pemantauan tumbuh kembang ini tidak hanya berfokus pada ketersediaan layanan dalam bentuk peralatan, infrastruktur, dan SDM namun juga meluaskan fokus untuk meningkatkan partisipasi dan kebutuhan masyarakat akan layanan.
Kesadaran masyarakat, khususnya orang tua tentang pentingnya pemantauan tumbuh kembang anak juga dapat ditingkatkan melalui sosialisasi dan edukasi yang lebih masif. Kampanye berbasis media digital, televisi, radio, serta pendekatan berbasis komunitas dapat menjadi sarana efektif dalam menyebarkan informasi mengenai gizi, stimulasi dini, serta layanan kesehatan yang tersedia. Untuk memastikan keberlanjutan program, kolaborasi antar sektor sangat diperlukan. Sinergi antara sektor kesehatan, pendidikan, dan perlindungan anak akan membantu menyediakan layanan yang lebih holistik dan integratif. Dukungan kebijakan dan alokasi pendanaan yang memadai juga menjadi faktor kunci dalam memastikan bahwa setiap anak mendapatkan akses optimal terhadap layanan pemantauan tumbuh kembang, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.